EKSPEDISI TIWAH MASSAL DESA TUMBANG MANGGU 2016


EKSPEDISI TIWAH MASSAL DESA TUMBANG MANGGU 2016

Hi folks, kali ini kita akan share kegiatan kita mengikuti acara TABUH TIWAH MASSAL di Desa Tumbang Manggu, Katingan, Kalimantan Tengah. Bagi yang tidak tahu apa itu acara TIWAH?. Tiwah adalah ritual penguburan kedua yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Ngaju, dimana tulang belulang keluarga yang sudah mati diambil kemudian disucikan supaya bagian ruh nya yang masih tertinggal didalam jasadnya atau disebut SALUMPUK LIAU dapat bersatu dengan bagian ruh yang telah kembali kepada Ranying Hatalla. Dengan penyatuan ruh ini makan si-mati akan mengalami kesempurnaan dialam lain menuju NIRWANA (baca: bukan surga) yang disebut oleh orang Dayak sebagai Lewu Tatau Habaras Bulau Intan Hakarangan Lamiang Dia Bakarumpang Tulang (negeri yang kaya raya berpasirkan emas, berkerikilkan intan dan merjan, di mana tulang-tulang tidak mengalami kerapuhan) yang letaknya di langit ke tujuh.

Acara tabuh tiwah di Tumbang manggu dilakukan pada tanggal 1-3 Juni 2016 yang lalu, kami folks dari Palangkaraya sebenarnya tidak pernah ke desa ini walau konon katanya disana banyak keluarga admin sendiri. Sore hari kami berangkat munju desa Tumbang Manggu hanya memakan waktu kurang lebih 4 jam karena jalan sudah sangat mulus. Tiba di Desa Tumbang Manggu, tidak seperti yang kami bayangkan adalah desa terpencil. Ternyata desa ini sudah maju dan ramai sekali walau jalan masih belum beraspal dan kita tetap harus menyeberang ferry untuk kesana tetapi keadaan ekonomi masyarakatnya bisa dibilang sudah maju. Sesampainya di Tumbang Manggu kami langsung menuju Betang Bintang Patendu – memang kami melwati acara Tabuh Pertamanya yang sudah dilakukan pagi harinya, namun suasana Betang sungguh sangat ramai saat itu. Kami langsung menuju rumah keluarga yang sama sekali kita tidak pernah kenal sebelumnya. Tetapi memang pada dasarnya budaya orang Dayak adalah BAJENTA BAJORAH atau baik dan ramah, kami disambut dengan baik dan saat mencoba mencari hubungan kekerabatan ternyata memang kami keluarga yang dekat bahkan salah satu yang ditiwahkan adalah termasuk kakek admin sendiri. Jadi folks kalau mau ekspedisi ke tempat ornag Dayak jangan takut – sebab pantang buat orang Dayak itu membiarkan tamunya atau orang asing dalam keadaan kelaparan atau terlunta-lunta.

Untuk prosesi adat ritual Tiwah kali ini menggunakan adat DAS KAHAYAN walaupun acara ini berlangsung di Katingan, perbedaan adat Katingan dan Kahayan adalah jika Kahayan menggunakan “Basir munduk”- yaitu beberapa Basir menggunakan katambung (sejenis tifa) dan prosesinya bisa mencapai 1 bulan lebih tergantung kemampuan, sedangkan DAS KATINGAN menggunakan sistem Pisur yang hanya dipimpin oleh satu orang dan tidak menggunakan katambung tetapi menggunakan cara BATAWUR saja. Namun itulah keindahan budaya Dayak itu sendiri.

Balian Munduk

Balian Munduk

Keesokan harinya masyrakat bersiap mendirikan SAPUNDU atau orang DAS BARITO menyebutnya BLONTANG. Sapundu adalah tiang yang terbuat dari kayu ulin dan diukir sesuai gambaran atau kisah hidup si-mati yang diritualkan tiwah. Sapundu ini digunakan untuk mengikat hewan korban baik berupa sapi atau kerbau yang pada acara Tabuh Tiwah (puncak tiwah) akan ditombak oleh anggota keluarga dan disembelih untuk diambil darahnya. Sebelum Sapundu didirikan ia akan di memang atau didoakan oleh seorang PISOR. Dalam doa ini ia akan menceritakan asal usul ulin yang dari alam atas hingga turun ke alam manusia dan juga menceritakan kisah hidup si mati dan mendoakan keadaan si mati di alam lain.

Prosesi mendirikan SAPUNDU

Prosesi mendirikan SAPUNDU

Dalam ritual mendirikan Sapundu atau Blontang juga harus mewujudkan suatu kebersamaan komunal Suku Dayak. Dimana ia dibopong bersama oleh keluarga si-mati dan juga masyarakat disana. Sebagai ungkapan kegembiraannya mereka akan memberikan BARAM (Sejenis Tuak) dan sekarang BIR kepada semua yang terlibat dan juga kepada Sapundu sebagai perwujudan si-Mati. Tiwah walaupun adalah upacara kematian namun ia bukanlah suatu upacara yang diwarnai kesedihan namun sebuah kegembiraan dan kebersamaan komunal Suku Dayak Ngaju.

Prosesi mendirikan SAPUNDU

Prosesi mendirikan SAPUNDU

Selesai mengikuti acara mendirikan SAPUNDU kami pun menyempatkan untuk mengenal kakek kami yang adalah seorang pengukir dan pembuat Mandau Dayak Ngaju. Beliau bernama Bue Bapa Ranting. Dirumah beliau kami bercerita tentang kakek dari nenek kami yang bernama Tanggalong yang dahulu dikenal sebagai seorang pemberani dan pengayau.

Bertandang ke rumah pengukir dan pembuat mandau Bue Bapa Ranting salah satu pengukir sepuh Dayak Ngaju

Bertandang ke rumah pengukir dan pembuat mandau Bue Bapa Ranting salah satu pengukir sepuh Dayak Ngaju

Upacara Tiwah memerlukan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu orang Dayak Ngaju mengenal adat HANDEP atau saling membantu antar kampung bahkan yang berbeda aliran Sungai.

Ritual ini disebut LALUHAN dan didalam foto ini adalah bantuan dari masyarakat Dayak Ngaju di Kahayan, perlu diketahui acara tiwah ini berada di sungai Katingan. Mereka membawa satu ekor sapi yang akan diberikan untuk meringkan kegiatan Tiwah Massal ini.

Pada jaman dahulu laluhan dilakukan dengan menggunakan rakit / perahu dengan dihiasi berbagai hiasan janur dan bendera dan mereka akan memutar sebanyak 3 kali, semua barang laluhan dimuat didalam perahu yang nantinya akan diserahkan kepada yang empunya hajatan. Disamping itu juga didalam perahu akan dimuat berbagai tetabuhan musik kangkanong dan gong serta diiringi pekikan khas Dayak yang disebut MALAHAP mereka akan menari sepanjang perjalanan dengan penuh sukacita.

Barang-barang yang umum dibawa ketika laluhan adalah hewan ternak, beras dan atau kayu ulin. Karena perkembangan jaman maka kali ini laluhan tidak lagi menggunakan perahu tetapi sudah menggunakan mobil tanpa mengurangi kesakralan maupun tujuan ritual ini. Dengan diiringi tetabuhan musik dan pekikan Dayak, tamu dari Kahayan ini memutari lokasi Betang patendu sebanyak tiga kali.

Acara Laluhan

Acara Laluhan

Para tamu laluhan dari Kahayan kemudian akan disambut dengan tradisi khas Dayak Ngaju yaitu ritual “Tetek Pantan” atau memotong penghalang.
Ritual ini melambangkan memutuskan segala macam penghalang yang merintangi acara ini juga terputuslah segala kesialan atau hal buruk yang mungkin terbawa sebelum memasuki areal acara tiwah massal. Setelah memotong pantan, maka baik tuan rumah dan tamu akan saling hakasai atau membedaki muka, juga saling memberikan tuak sebanyak 1 tanduk kerbau ( kurang lebih 2 liter) dan biasanya harus habis oleh satu orang.

Ritual Tetek Pantan

Ritual Tetek Pantan

Sebelum acara TABUH atau puncak Tiwah membunuh hewan kurban, maka baik keluarga dan masyarakat sekitar akan menari MANGANJAN dan MANASAI mengelilingi SANGKARAYA dan hewan korban yang diikatkan pada tiang sapundu.Segala macam tetabuhan gong dan kenong khas menganjang dibunyikan, pekik sorak kegembiraan terdengar disana-sini dan beras kuning ditaburkan.Pada saat sebelum dan sesudah menganjan, peserta meenginjakan kaki di sebuah batu dan kayu di Sangkaraya untuk memberitahu para liau (sang mati) bahwa kita akan manganjan.

Sambil manganjan beberapa wania akan berkeliling membagikan baran dan kue pulut (ketan), rokok dan sipa yang harus diambil oleh penganjan dan dilemparkan ke bagian belakang dengan tangan kiri untuk membuang segala macam sial dan memberi makan para mahluk halus sedangkan dengan tangan kanan memberikan makan kepada para Sahut Parapah (Roh Baik).

Pada foto ini para anggota FOD juga ikut terlibat menganjan bersama warga..

Ritual Manganjan

Ritual Manganjan

Pada acara puncak Tabuh setelah dilakukan acara manganjan tibalah saatnya mengorbankan hewan yang diikatkan pada tiang sapundu, dengan cara ditombakan terlebih dahulu oleh pihak keluarga yang sepuh terlebih dahulu.

Darah binatang yang dibunuh dikumpulkan pada sebuah sangku dan akan digunakan untuk membasuh segala kotoran. Diyakini bahwa darah binatang yang dikorbankan tersebut adalah darah Rawing Tempun Telun yang telah disucikan oleh Hatalla.

Kemudian darah tersebut digunakan untuk menyaki dan memalas semua orang yang berada dalam kampung tersebut, juga memalas batu-batuan, pangantuhu, minyak sangkalemu, minyak tatamba, ramu, rakas, mandau, penyang, karuhei, tatau serta semua peralatan yang digunakan dalam upacara Tiwah itu. Di samping untuk memalas, darah binatang korban tadi juga dicampur beras, kemudian dilemparkan ke atas, serta segala penjuru, juga ke arah mereka yang hadir dalam upacara. Dengan melempar beras yang telah dicampur darah Rawing Tempun Telun tersebut diharapkan semua jadi baik, jauh dari segala penyakit dan gangguan, panjang umur dan banyak rezeki.

Yang menarik pada prosesi ini ada satu kerbau yang sukar sekali ditombak, seolah-olah kerbau ini kebal akan senjata tajam sebab ia tidak luka sedikitpun setelah diambil alih oleh seorang yang lebih sepuh maka dengan sekali tombak saja kerbau ini tersungkur. Didalam keyakinan sebagian orang hal ini disebabkan ada orang yang hendak mengetes ilmunya.

Tabuh Tiwah mamunu Metu

Tabuh Tiwah mamunu Metu

Yang menarik pada acara tiwah adalah yang bertugas menyembelih hewan kurban berupa sapi dan kerbau akan diberikan kepada keluarga atau kerabat yang beragama Islam, supaya hasil kurban inipun disembelih dengan cara halal dan seluruh warga tanpa memandang agamanya bisa ikut bergembira dalam acara Tiwah ini.

Selesai hewan kurban disembelih, maka semua masyarakat desa ikut ambil terlibat mengolah hewan tadi untuk dimasak bersama untuk disajikan kesemua orang baik pendatang atau bukan, sebab suatu pali (pantangan) orang pulang dari acara tiwah dalam keadaan lapar. Sambil dibunyikan musik tetabuhan khas Dayak Ngaju masyarakat menari bergembira semua.

Penyembelihan hewan kurban

Penyembelihan hewan kurban

Kegembiraan bersama warga

Kegembiraan bersama warga

Selesai mengikuti semua prosesi tabuh, kami pada malam harinya segera kembali ke kota Palangkaraya – walapun ada sedikit suasana mistis yang terasa, namun tidak menganggu perjalan pulang kami.

Tabe 6/12/2016

Berikut dokumentasi lain acara TIWAH TUMBANG MANGGU 2016:

DSCF3218 DSCF3285 DSCF3289 DSCF3294

Meminum Baram

Meminum Baram

Meminum Baram

Meminum Baram

DSCF3442

Folk Tino

Folk Tino

Hewan Kurban di Snagkaraya

Hewan Kurban di Snagkaraya

DSCF3458 DSCF3461 DSCF3508 DSCF3510 DSCF3518 DSCF3525 DSCF3535 DSCF3536 DSCF3537 DSCF3538 DSCF3541 - Copy DSCF3558 - Copy DSCF3560 DSCF3562 DSCF3572 DSCF3575 DSCF3596 DSCF3605 DSCF3607 DSCF3608 DSCF3617 DSCF3623 DSCF3628 DSCF3631 DSCF3681 DSCF3691 DSCF3696 DSCF3708

Mandau buatan Bue Bapa Ranting

Mandau buatan Bue Bapa Ranting

DSCF3194 - Copy DSCF3145 - Copy DSCF3139 - Copy DSCF3098 - Copy