DAYAK ABAL – SUB SUKU DAYAK YANG SUDAH PUNAH
DAYAK ABAL – SUB SUKU DAYAK YANG SUDAH PUNAH
Salah satu Sub Suku Dayak yang sudah dianggap punah adalah Dayak Abal. Suku Dayak ini berada di Kalimantan Selatan menurut data sensus pada tahun 1990 masih terdapat 21.948 jiwa yang tersebar di tiga desa yaitu Desa Aong, Desa Suput & Desa Halong.
Secara tradisi Dayak Abal ini mirip dengan Dayak Ngaju, sebab mengenal Dohong dan upacara seperti Tiwah tetapi ada juga yang mengaitkan Dayak Abal ini dengan rumpun Dayak Paser yaitu paser Abba. Sampai sekarang belum penulis ketahui pasti bagaiamana bahasa Dayak Abal. Ini mengingatkan penulis mengenai tulisan perjalanan Kapten Beeckman 1714 yang melakukan pelayaran pada tanggal 12 Oktober 1713 dengan kapal East India Company “Eagle Galle” dengan tujuan melakukan misi perdagangan ke kalimantan bagian tenggara (Banjarmasin) – menurut catatan Kapten Daniel penduduk pribumi di Banjarmasin ini ada dua kelompok, yang pertama ialah kelompok yang menetap di area dermaga (umumnya terdiri dari orang banjar) dan kelompok lain ialah yang tinggal di perkampungan berciri tinggi sedang bentuk badan proporsional dan bersih warna kulitnya agak lebih gelap dari Ras Mullato (campuran antara negro dan kulit putih) pada masa itu mereka sudah menjadi Mohamettan / muslim namun masih mempraktekan beberapa budaya pra melayunisasi. Didalam catatan lain juga disebutkan rombongan mereka pernah diserang oleh sekolompok dayak di daerah Kalimantan Selatan yang bercirikan badan diwarnai biru dan menggunakan panah. Apakah yang dimaksud ini adalah Dayak Abal ini atau Dayak lain yang mungkin keberadaanya juga sudah punah di Kalimantan Selatan akibat teramalgamasikan – kita juga masih tidak tahu.
Kembali ke Dayak Abal informasi lain yang penulis dapatkan adalah catatan Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah Unlam – Banjarmasin, ketika salah seorang anggotanya melakukan wawancara dengan salah satu tokoh desa Halong – yang konon dahulu memang adalah tempat bermukimnya Dayak Abal. Berikut sisa-sisa artifak Dayak Abal di Desa Halong:
- Adanya bekas penggalan patung dari kayu ulin yang berada dibawah jembatan Halong.
- Timbuk Usang / jalan lama yang menghubungkan daerah pinggir Sungai Tabalong – Halong – Buruk Nyiur, jalan tersebut sekarang digunakan masyarakat sekitar sebagai sarana untuk ke kebun karet.
- Masih ada penutur Bahasa Abal, walaupun sedikit.
- Peninggalan budaya, seperti menggantung bendera Tapih Bahalai pada saat acara perkawinan, yang artinya pemberitahuan kepada roh-roh gaib, bahwa ada acara perkawinan, masih seputar perkawinan yaitu tentang mandi batatai (konon mandi batatai ini hanya boleh dilakukan dan dimandikan kepada keturunan Dayak Abal), dan juga penggunaan Piduduk ketika membangun rumah.
- Peninggalan barang-barang sesembahan di hutan Kapin, konon hutan ini bekas penyembahan.
- Tanah perkebunan, di Hutan Bingkuang.
Menurut catatan HIMASE UNLAM juga nama daerah/hutan sangat awam dengan penamaan dalam bahasa Banjar/Melayu. Contoh Kapin, Suput, Matarang, Lonte, Pangkual, Sanitong, dan lain sebagainya, penamaan ini lebih condong ke arah bahasa Dayak. Mengenai kepercayaan, sebelum Islam masuk mereka menganut Kaharingan, hal ini dubuktikan dengan adanya bekas tanah balai adat yang kini menjadi kebun masyarakat sekitar, dan adanya seorang Balian Kaharingan yang rumahnya berbentuk rumah lamin berukiran dayak, serta dulu adanya patung/tiang pengikat sapi untuk ditombaki atau dalam budaya Dayak Ngaju disebut SAPUNDU.
Penggunaan kata Balai sampai saat ini masih digunakan, yang artinya tempat sembahyang, seiring dengan Islam masuk Balai juga berarti langgar atau mushalla, sedangkan yang besar namanya tetap mesjid. Islam masuk ke daerah ini sekitar tahun 1920an, dibawa oleh mubaligh yang bernama Muhammad Sunan, kemudian beberapa tahun kemudian datang lagi seorang mubaligh dari Amuntai, atas jasanya mengislamkan Suput, maka mubaligh tersebut dikawinkan dengan anak kepala kampung dan keturunan ketiga dari mubaligh tersebut adalah bapak Nawardi (narasumber HIMASE), yang menolak dengan Islam kemudian berpindah dengan sendirinya, diantaranya ke Nawin/Juin, Upau dan Kembang Kuning.
Informasi lain yang penulis dapatkan Dayak Abal yang menolak masuk islam kemudian menggabungkan diri dengan Dayak Deah sebagain berpindah ke Upau, ada juga yang mengatakan masih ada sekolompok komunitas kecil Dayak Abal di Gunung Rindu Menangis perbatasan Kalteng di hulu sungai Ayoe namun mereka sukar ditemui karena hidup berpindah-pindah.
Penyebab kepunahan Dayak Abal adalah tergerusnya budaya dan bahasanya akibat teramalgamasikan dengan budaya Melayu Banjar ketika komunitas Dayak Abal masuk Islam, disamping itu generasi mudanya sudah tidak lagi menggunakan Bahasa Ibunya dan menggantikan dengan bahasa Banjar sehingga kemungkinan generasi muda di kampung Dayak Abal ini sudah tidak mengetahui kalau mereka adalah keturunan Dayak yang disebut Dayak Abal dan mengidentifikasikan dirinya sebagai orang Banjar.
Saat ini ada beberapa sub suku Dayak yang menuju ke kepunahan baik dari segi bahasa maupun kebudayaannya. Oleh sebab itu Folks – jangan sampai kita kehilangan identitas kita sebagai orang Dayak! Kiwww…
Tabe,
Bekasi 9/Maret/2014
saya berasal dari suku Batak mengucapkan turut berduka cita atas kehilangan yang besar ini yang Di alami oleh BANGSA DAYAK….
Terimakasih lai.. oleh sebab itu kita jaga budaya kita.. jangan sampai tergerus.. ^_^ Kiww!
ok Lae…..^_^
Terlihat jelas sudah arah tulisan-tulisan mu ini
Maksudnya??
Penduduk Kalsel terdiri dari suku Banjar dan Dayak. Biasanya nama umum untuk suku Dayak Kalsel adalah suku Dayak Meratus yang merupakan kompilasi dari Dayak Warukin, Dayak Balangan, Dayak Deyah, Dayak Pitap, Dayak Labuhan, Dayak Atiran, Dayak Loksado, Dayak Paramasan, Dayak Samihim, dan lain-lain. Semua sub-sub Dayak itu merupakan Dayak setingkat kecamatan yang seketurunan sedatuk yang berbeda-beda dialeknya, karena rata-rata setiap 30 kilometer bahasa Dayak berbeda-beda dialeknya. Setiap sub Dayak itu merupakan satu wilayah adat Dayak yang berasal dari 7 kabupaten di Kalsel. Diantaranya sub Dayak itu ada yang sangat mirip bahasanya dengan bahasa Banjar Hulu, ada pula yang sangat berbeda bahasanya dengan bahasa Banjar.
Di dalam wilayah kota Banjarmasin, kota Banjarbaru, kabupaten Hulu Sungai Utara (Amuntai) tidak ada wilayah adat Dayak, karena semua kecamatan di sana hunian suku Banjar. Bahkan Kabupaten Barito Kuala yang terdapat etnik Bakumpai tidak mengirim utusan dalam Dewan Adat Dayak, karena biasanya yang disebut Dayak itu adalah masyarakat yang menganut hukum adat Dayak/Kaharingan. Sedangkan suku Bakumpai hukum adatnya sama dengan suku Banjar. Wilayah adat Dayak Abal juga tidak ada karena sudah melebur dalam kultur grup suku Banjar Tanjung-Haruai kabupaten Tabalong.
alam : siapa bilang: “etnik Bakumpai tidak mengirim utusan dalam Dewan Adat Dayak? Ketua & Wakil Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalsel saat ini orang Dayak Bakumpai,
Meminjam istilah China Taiwan ada istilah suku yang diakui dan suku yang tidak diakui. Dayak Abal ini termasuk kategori suku yang tidak diakui, karena jumlahnya tinggal sedikit sekali bahkan dianggap sudah punah. Suku yang tidak diakui di Cina Taiwan adalah suku Ketagalan yang merupakan suku asli kota Taipei. Kota Taipei mayoritas mutlak adalah suku Han/Tionghoa, sedangkan suku Ketagalan termasuk Austronesia asli Taiwan. Di kota Balikpapan ada suku Balik yang tidak diakui sebagai sebuah suku, padahal penduduk asli Balikpapan. Sedangkan suku Kalimantan dari Balikpapan yang diakui yaitu Banjar, Kutai dan Paser.
Di Banua Lawas Tabalong yang dikenal sebagai bekas pemukiman Maanyan pun juga menyebut balai sebagai langgar/musholla.