UPAYA PASUKAN MAJAPAHIT MASUK KE DAS KAHAYAN
UPAYA PASUKAN MAJAPAHIT MASUK KE DAS KAHAYAN
Tidak banyak yang tahu bagaimana ekspedisi pasuka Majapahit untuk menaklukan Nusantara terutama di Kalimantan. Semua kisah yang ada diceritakan didalam bentuk budaya tutur karena orang Dayak tidak mengenal sistem tulisan. Namun yang kita ketahui pasti sekitar tahun 1355 M terjadi serangan ke Kalimantan Bagian Selatan untuk menaklukan Kerajaan Dayak Maanyan yaitu kerajaan Nansarunai dimana Raja Majapahit, Hayam Wuruk, memerintahkan Empu Jatmika memimpin armada perang untuk menyerbu Kerajaan Nan Sarunai. Pada tahun 1355 itu, pasukan Empu Jatmika berhasil menaklukan Kerajaan Nan Sarunai dan menjadikannya sebagai bagian dari Majapahit dan diubah nama menjadi Kerajaan Dipa. Peristiwa ini diabadikan oleh orang Dayak Maanyan dalam tutur wadian berupa pusi ratapan yang dilisankan dalam bahasa Maanyan, disebut USAK JAWA atau “Penyerangan oleh Kerajaan Jawa” (Ganie, 2009). Tentang runtuhnya Kerajaan Nan Sarunai, Fridolin Ukur menyebutnya sebagai sebuah kerajaan orang Dayak Maanyan yang rusak oleh Jawa (Ukur, 1977:46).
Hasil rieset Fridolin Ukur ini juga dijadikan rujukan peneliti sejarah FISIP Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Apriansyah sedikitnya ada tiga ekspedisi militer dilakoni Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Penyerangan pertama ke Kalimantan, termasuk Kalsel terjadi pada 1309 Masehi atau beberapa tahun setelahnya, di masa Raja II Majapahit bernama Jayanegara (putera Raden Wijaya) yang berkuasa 1309-1328 Masehi. Dengan kekuatan 40 ribu pasukan, Majapahit menyerang Kerajaan Nansarunai. Namun, penyerangan pertama ini mengalami kegagalan.
Begitu eksepidisi militer ini gagal, Kerajaan Majapahit belum puas dengan hasil itu. Di masa Raja III Majapahit Sri Tribhuwanottunggadewi yang berkuasa pada 1328-1350 Masehi, lewat Maha Patih Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapa, kembali menyerang Nansarunai antara 1339-1341 Masehi. Serangan kedua ini juga berhasil ditangkis tentara Nansarunai, karena mendapat perlawanan hebat dari warga Dayak Maanya. Baruu, pada penetrasi atau penyerangan III, yang terjadi pada 1350-1389 Masehi, di masa Raja IV Majapahit bernama Sri Hayam Wuruk atau Rajasanagara yang berkuasa pada 1350-1389 Masehi, dengan Maha Patih Gajah Mada (yang wafat pada 1362 Masehi), terbilang sukses.
Hasil riset Tajudin Noor Ganie (2009), Apriansyah mengungkapkan, selama ini dalam literatur yang ditulis sejarawan Belanda, termasuk JJ Ras atau Hans Ras, ahli filologi asal Universitas Leiden, dalam buku terkenalnya, Hikayat Banjar, menyebutkan adanya misi perdagangan yang dimainkan Empu Jatmika atau Ampu Jatmika, sembari mencari tanah berbau harum bernama Pulau Hujung Tanah. “Padahal, pada 1355 Masehi itu, Raja Hayam Wuruk memerintahkan Empu Jatmika untuk memimpin armada perang dengan misi menaklukkan Kerajaan Nansarunai (Dayak Maanyan). Misinya jelas, untuk menjadikan Kerajaan Dayak Maanyan menjadi bagian Kerajaan Majapahit.
Didalam Hikayat Banjar jelas disebutkan setelah mangkatnya Empu Djatmika maka berangkatlah Lembu Mangkurat ke Majapahit untuk membawa seorang pangeran Majapahit yang bernama Raden Putera untuk menjadi penguasa di Negeri Daha dengan gelar Pangeran Surjanata. Pada masa penguasaan Raden Putra inilah – maka dibuatlah suatu peraturan supaya jangan lagi mempraktekan budaya lokal dalam hal ini budaya Dayak namun diganti dengan adat dan kebiasaan majapahit baik dari segi pakaian, adat kerajaan dan ritusnya. Itulah tidak mengherankan di bagian Kalimantan Selatan sebagian Tengah gaya pakaian orang Dayak tidak lagi menggunakan gaya pakaian Dayak tetapi gaya pakaian jawa.
Namun kali ini saya tidak akan membahas detail mengenai peristiwa runtuhnya Kerajaan Dayak Nan Sarunai – padahal Nan Sarunai mungkin adalah kerajaan tertua di Nusantara – sekitar 400 SM.
Pada ekspedisi militer kerajaan Majapahit menaklukan Kerajaan Nan Sarunai – dikisahkan juga mereka berusaha memasuki DAS Kahayan dimana disitupun berdiri kerajaan Dayak yang dikenal dengan Kuta Bataguh. Kisah ini dikenang dalam kisah thathum dan juga dikisahkan dalam sebuah gaya fabel, dikenal dengan kisah GAJAH MUNDUR.
Menurut legenda ini – suatu ketika seekor gajah dari seberang lautan masuk ke pesisir dekat sungai Kahayan, ia kemudian menginjakan kaki di tanah itu dan mengklaim hak atas tanah itu – kemudian ia menantang binatang hutan di pulau itu untuk bertarung. Kemudian ia membiarkan berita tentang kedatangannya diketahui oleh semua penghuni hutan disana dan ia juga menyerahkan salah satu gadingnya supaya binatang hutan itu tahu bagaimana ukuran besarnya dia (sebab tidak ada gajah didaerah Kahayan masa itu). Ketika binatang hutang di tempat itu melihat betapa besarnya ukuran gadingnya, maka semua binatang hutan itupun menjadi ketakutan dan bingung, ditengah ketakutan itu maka seekor landak memberikan ide yang cerdas, ia mengatakan, biar gajah itu tahu kita menerima tantangannya; namun disaat yang bersamaan mereka mengirimkan bulun landak tadi sebagai perbandingan kepada gajah tadi – seberapa besar binatang yang memiliki rambut sebesar itu dan seberapa lebih besar lagi gadingnya. Ternyata cara itu berhasil membuat gajah untuk mundur dari sungai Kahayan.
Ada lagi kisah yang yang diceritakan mengenai kedatangan Nyai Roro Kidul yang berusaha memasuki Sungai Kahayan, saat itu penguasa Sungai Kahayan yang bernama Kambe Hai – memanjangkan penisnya hingga hilir sungai dan membuat Nyai Roro Kidul mundur dan tidak jadi memasuki Sungai Kahayan.
Kisah-kisah diatas sebenarnya adalah typologi akan kedatangan armada Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada ketika melakukan penaklukan – namun belum ada dilakukan penelitian lanjutan tentang kapan terjadinya ekspedisi militer ke Kahayan- Kuta Bataguh ini. Dalam Hikayat Banjar dikisahkan sebagian Orang Biaju Kecil dan Besar kemudian tunduk pada kerajaan Daha inilah yang mungkin kemudian dikenal dengan Oloh Bakumpai atau Dayak Bakumpai.
Tabe
10/11/2015
Ping balik: MENJAWAB – DAYAK BUKIT / MERATUS & BANJAR DARI MELAYU SUMATERA | Folks Of Dayak
Menurut naskah Tutur Candi (hikayat Banjar 2) ada sebuah kerajaan sebelum kedatangan Ampu Jatmika yaitu Kerajaan negeri Kuripan kira-kira di sekitar Danau Panggang (Distrik Alabio-HSU), Ampu Jatmika merupakan pendiri kerajaan negeri Candi Agung (Distrik Amuntai-HSU), sebelumnya pusat kerajaan ini berada di negeri Candi Laras (Distrik Margasari-Tapin). Sebagai kerajaan baru, kerajaan ini mengabdikan diri kepada kerajaan Kuripan. Ampu Jatmika menjadi anak angkat raja kerajaan Kuripan. Setelah raja kuripan mangkat maka Ampu Jatmika menjadi raja ketiga negeri yaitu negeri Candi Agung, Candi Laras dan Kuripan sekaligus. Dalam Hikayat Banjar 1, kerajaan yang didirikan Ampu Jatmika ini bernama Kerajaan nagara dipa. Nagara itu juga bermakna kerajaan atau pemerintahan. Lambung Mangkurat anak Ampu Jatmika adalah Ratu Kuripan (raja daerah Kuripan). Dari Amuntai pusat kerajaan pindah ke Nagara Daha (sekarang kota Nagara atau Distrik Nagara-HSS) pada masa pemerintahan Raden Sekar Sungsang (cicit Lambung Mangkurat). Kemudian pusat pemerintahan pindah ke Banjar Masih pada masa Pangeran Samudera/Sultan Suriansyah (cicit Sekar Sungsang). Pada masa Sultan Mustain Billah/Raja Maruhum (cicit Suriansyah) pusat pemerintahan pindah ke Martapura.
Ampu Jatmika berasal dari Keling. Keling biasanya sinonim dengan Tamil. Dalam tutur candi (hikayat Banjar 2) negeri Keling ditempuh selama 2 bulan menuju pulau Hujung Tanah/Borneo. Sedangkan dalam hikayat Banjar 1 disebutkan ke Majapahit di pulau Jawa dari Nagara Dipa/Amuntai ditempuh dalam 4 hari. Dari sana diketahui Keling itu letaknya sangat Jauh. Seperti diketahui sejarah Nusantara masa lampau sangat berkaitan dengan India. Bahkan proto dayak Maanyan berlayar ke Madagaskar yang letaknya lebih jauh dari India.
Setelah Sultan Suriansyah menjadi raja di Banjar Masih maka bekas negeri Nagara Daha menjadi provinsi bawahan yang menguasai wilayah Pahuluan. Lambat laun puasat pemerintah pemerintahan provinsi wilayah Pahuluan berpindah dari Nagara Daha ke Sungai Banar (Amuntai Selatan) pada masa Sultan Sulaiman (kakek Pg. Antasari). Wilayah ini dipimpin Kiai Adipati Singasari. Wilayah Pahuluan dinamakan Banua Lima yang terdiri dari Sungai Banar (ibukota), Amuntai (bekas Nagara Dipa), Alabio (bekas Kuripan), Nagara (bekas Nagara Dipa) dan Kalua (mungkin bekas Nan Narunai beserta wilayah Putri Mayangsari/Sangarasi).
Ada kemungkinan alasan Ampu Jatmika memindah pusat kerajaannya dari negeri Candi Laras Margasari ke negeri Candi Agung Amuntai adalah untuk menaklukan penduduk di sana. Namun terdapat keterangan dari naskah Tutur Candi bahwa di negeri Candi Agung Amuntai penduduknya semula masih sepi, kemudian penduduknya menjadi banyak karena kedatangan warga dari Kuripan dan negeri Candi Laras Margasari. Ekspedisi perluasan pengaruh kekuasaan kerajaan tsb berikutnya kemungkinan pada masa setelah kedatangan orang Majapahit di bawah Pg. Suryanata (suami Puteri Junjung Buih).
Sisa sisa tulang gajah yang dimaksud ditemukan di kecamatan Tamban Kabupaten Barito Kuala sekarang disimpan di musium Lambung Mangkurat kota Banjarbaru.
Kisah panglima datu banua lima sempat memukul mundur majapahit,.. panglima tabalong, panglima balangan, panglima alay, panglima hamandit dan panglima tapin,, sejarah pahuluaan dikesah akan jua mang ae,,
Mungkin bisa di share kisahnya??
Setelah diteliti bahwa perang bubat adalah karangan brbas belanda untuk pecah belah nusantara, hikayat banjar ini juga harus diteliti ulang, ingat nyai roro kidul itu tdk dikenal dalam budaya majapahit, & baru dikenal setelah thn2 1800an saat kitab2 sejarah palsu diproduksi belanda