FENOMENA MUMIFIKASI PADA PROSESI TIWAH


FENOMENA MUMIFIKASI PADA PROSESI TIWAH

Prosesi Tiwah adalah, prosesi secondary burial yang dikenal oleh beberapa Sub Suku Dayak. Istilah Tiwah dipakai oleh Sub Suku Dayak Ngaju, dalam bahasa Dayak Benuaq disebut Kwangkay, atau Wara dalam bahasa Dayak Ma’anyan. Biasanya seseorang ditiwahkan setelah beberapa tahun ia dikuburkan, dimana dalam prosesi itu hanya akan tersisa tulang-belulang dari jasad yang akan ditiwahkan. Kemudian nantinya tulang belulang itu akan diupacarakan dan dipindahkan dalam sebuah bangunan kecil disebut sandung.

Sandung

Sandung

Fenomena yang dianggap langka jika jasad yang tekah dikuburkan selama beberapa tahun ternyata masih segar dan bahkan termumifikasi walau tanpa proses pengawetan atau artificial mumifikasi. Hal inipun kadang dianggap sebagai suatu mujizat bagi orang-orang yang memiliki hati yang baik semasa hidupnya. Inipun juga dapat dilihat dalam keyakinan beberapa agama Semawi seperti Islam & Kristen, banyak orang-orang yang dianggap saleh atau kudus ketika jasadnya digali tidak membusuk bahkan tidak mengeluarkan bau, sebut saja Santa Bernadeta di Ludres, Santa Clara dari Asisi, atau dalam keyakinan Islam 2 sahabat Nabi Muhamad yang dipercaya juga jasadnya tetap segar yaitu Hazrat Hudhaifa al-Yamani & Hazrat Jabir ibn Abdullah al-Ansari. Konsep yang sama seperti ini juga dikenal didalam kebudayaan Dayak.

Jenazah yang termumifikasi sebelum prosesi Tiwah - Courtesy Firman Warianto

Jenazah yang termumifikasi sebelum prosesi Tiwah – Courtesy Firman Warianto

 

Tabe

Bekasi 27/Feb/2014