EKSPEDISI TUMBANG MANTUHE


EKSPEDISI TUMBANG MANTUHE

IMG_5068 IMG_5069

Tumbang Mantuhe merupakan Desa yang berada di Kabupaten Gunung Mas Propinsi Kalimantan Tengah, sekitar 3 jam perjalanan dari kota Palangkaraya ke arah Talaken. Desa ini memang merupakan kampung halaman leluhur penulis, hanya saja ketika dahulu belum ada jalur darat membuat penulis tidak pernah sama sekali menjejakan kaki ke kampung ini. Maka untuk menggali lagi sejarah leluhur penulis dan mengenal keluarga di kampung, maka penulis menyempatkan pergi melakukan ekspedisi ke Desa Tumbang Mantuhe.

Aku pergi bersama ibu, kakek & nenekku pada hari minggu tanggal 30 Maret 2014, karena rencana kita pagi itu akan ikut beribadah di gereja Mantuhe. Sesamapinya disana, awalnya kami dikira rombongan caleg yang hendak melakukan kampanye – sebab nampaknya orang kampung sudah cukup bosan dengan para caleg yang ketika mencaleglah baru mengingat-ingat siapa sodaranya dan kebanyakanpun hanya janji-janji palsu. Setelah kami memperkenalkan diri bahwa kami ini keturunan TANGGALONG – (Pendiri awal kampung Tumbang Mantuhe) dan bahwa kami datang untuk mengenal keluarga serta menziarahi makam leluhur kami. Maka kamipun disambut dengan sukacita oleh keluarga, ditambah lagi kakek ku diminta untuk melayani ibadah minggu saat itu, sebab memang kakekku adalah seorang dosen Theologia di Jakarta dan belum ada pendeta tetap di desa ini hanya seoran vikaris. Maka dengan sukacita kami melayani ibadah minggu digereja kecil di Mantuhe ini. Akupun menyempatkan diri untuk memberikan kesaksian pujian “You raise me up” – Bahwa dalam keadaan apapun Tuhan mampu mengangkat hidup kita. Perlu diketahui komposisi masyarakat Tumbang Mantuhe masih banyak yang beragama Kaharingan sebagian sudah menjadi Kristen – namun kerukunan yang terjalin sangat luar biasa.

IMG_5057 IMG_5058

IMG_5067 IMG_5064

Setelah pelayanan Minggu itu kami pergi ke rumah keluarga kami yatu Bapak Prani – beliau seorang Imam Kaharingan. Kami bercerita banyak tentang sejarah kampung ini, kisah leluhur penulis yatu SINGA TANGGALONG, design tattoo, TAJAHAN HANGKI – yang sudah aku share dicatatan lain. Aku banyak mendapat pengetahuan baru terutama mengenai tattoo Dayak Ngaju- nanti akan aku share didalam catatan lainnya.

Dahulunya kampung Tumbang Mantuhe ini hanya ada satu rumah besar yang didiami oleh leluhur penulis yang bernama TANGGALONG. Asal muasal leluhur SINGA TANGGALONG ini dari desa Gohong Manuhing yaitu keturunan DAMBUNG SAMPAYAN yang memiliki beberapa anak yaitu MANGKO BIRA, MANGKO RATU, & PASUH, MANGKO BIRA ini memiliki anak perempuan bernama RUJANG yang kemudian menikah dengan SINGA JAMBUNG dari Tumbang Jalemo. Dahulu TANGGALONG ini dikenal sebagai “pengayau” sebelum menjadi Kristen. Menurut kisah kakeku waktu kecil ia sangat takut keluar rumah karena banyak kepala manusia hasil pengayauannya yang digantung disekeliling rumah dengan dijalin menggunakan rotan. Pada masa lalu mereka hanya akan mengayau orang-orang yang hebat/sakti untuk menjejal ilmunya bahkan sampai pergi ke daerah Kalimantan Barat. Nah Tanggalong inilah salah satu penghuni awal di Huma Hai Tumbang Mantuhe, dahulu badannya dipenuhi dengan tatu yang nanti akan aku share motive-motive tatunya.

Tanggalong ini kemudian menjadi Kristen ketika beliau pergi bersekolah di Volkschool Zending di Pangkoh – dan beliaulah satu-satunya anak SINGA JAMBUNG yang mengenyam pendidikan. Sebab sebelumnya di sepanjang Sungai Rungan dan Manuhing belum ada yang mengenal sekolah. Bahkan jarak antara Tumbang Jalemo menuju Pangkoh menempuh  waktu 20 hari menggunakan perahu. Ketika ia menjadi Kristen namanya berubah menjadi LUKAS TANGGALONG, namun ia hanya mengenyam pendidikan sampai kelas II akibat kesulitan dalam mengirimkan biaya untuk anak yang sekolah ditempat yang jauh. Kemudian Lukas Tanggalong pulang ke Tumbang Jalemo dan ditunjuk menjadi kepala kampung pada tahun 1936 – 1939, yang kemudian disebut SINGA TANGGALONG.

Setelah mengetahui sedikit sejarah tentang sejarah kampung ini dan mengetahui kisah leluhur penulis, maka kami pada hari itu pergi menziarahi makam LUKAS TANGGALONG bersama dengan beberapa warga desa yang juga masih adalah keluarga. Seusai itu kami memutuskan untuk mandi di Sungai Mantuhe yang masih jernih, tidak seperti Sungai Mahuhing yang sudah kotor akibat penambangan emas. Setelah puas mandi kami pun berkeliling kampung melihat ukiran-ukiran sandung yang masih ada dan berkenalan dengan warga di Desa Tumbang Mantuhe. Penulis baru mengetahui ternyata bentuk sandung orang yang meninggal berdarah akan berbeda dengan bentuk sandung yang lain. Orang yang mati berdarah hanya akan menggunakan satu tiang tunggal.

Menziarahi Makam Leluhur

Menziarahi Makam Leluhur

Sungai Mantuhe

Sungai Mantuhe

Sungai Mantuhe

Sungai Mantuhe

Sandung Orang yang mati berdarah

Sandung Orang yang mati berdarah

Setelah puas berkeliling desa kamipun menikmati buah-buahan hutas diantaranya Buah Manamun, Buah Tongkoy, Buah Asem Pangi, Asem Putar. Dan desa ini masih ada hamparan sawah varietas padi lokal, yang sebenarnya bisa dikembangakn seperti di MALINAU yaitu varietas beras ADAN yang harganya sangat mahal ketika dijual di Malaysia – mencapai 60-80 ribu perkilo. Sebab padi varietas lokal ini sangat bagus buat kesehatan dan tidak begitu banyak mengandung gula.

Sawah di Tumbang Mantuhe

Sawah di Tumbang Mantuhe

Durian Tongkoy

Durian Tongkoy

Buah Manamun

Buah Manamun

Didesa tepatnya dihalam sekolah juga terdapat sebuah keramat yang unik dimana tepat dibawah keramatnya tumbuh pohon kelapa kembar tiga yang sama ukuran dan panjangnya.

Keramat dengan pohon kelapa kembar tiga

Keramat dengan pohon kelapa kembar tiga

Desa ini masih belum dialiri listrik namun yang cukup menggelikan buatku adalah pemerintah membangun pusat layanan telekomunikasi dan informasi di Tumbang Mantuhe tapi listrik saja belum masuk kedesa ini, buat apa dibuat fasilitas internet, sehingga menjadi program yang tidak tepat sasaran.

pusat layanan telekomunikasi dan informasi di Tumbang Mantuhe

pusat layanan telekomunikasi dan informasi di Tumbang Mantuhe

Pada hari pertama itu aku ingin mendatangi TAJAHAN HANGKI (silahkan baca: TAJAHAN HANGKI) namun tidak bisa karena sudah tidak ada perahu atau kelotok dikampung itu untuk menyebarang ke TAJAHAN HANGKI.

Esok harinya aku menyempatkan lagi untuk berkeliling dikampung dan mencoba bertanya mengenai keadaan warga desa, kebanyakan permasalah yang mereka hadapi adalalah banyaknya lahan yang dicaplok oleh perusahaan sawit tanpa ada ganti rugi dan itu dibekingi oleh salah satu pejabat Gunung Mas. Selain itu keadaan perekonomian yang sukar berkembang dan belum adanya akses listrik didesa ini. Padahal desa Tumbang Mantuhe ini bisa dikembangkan menjadi Desa Wisata seperti Desa Pampang di Samarinda dan mengembangkan hasil perkebunan atau peternakan mereka. Rencannya penulis akan bekerjasama dengan salah seorang warga desa untuk mengembangkan peternakan babi organik. Disamping itu banyak juga pemuda desa yang memiliki kesenian yang tinggi baik itu dalam hal lukisan dan pengerajin Mandau.

IMG_5158 IMG_5109 IMG_5108 IMG_5107 IMG_5105 IMG_5102 IMG_5101

Salah Satu Karya Lukisan Pemuda Tumbang Mantuhe

Salah Satu Karya Lukisan Pemuda Tumbang Mantuhe

Di Tumbang Mantuhe ini juga penulis menyempatkan pergi ke RIAM KARAHA, dengan menggunakan motor melalui jalan yang sebenarnya tidak bisa dilalui motor biasa, sebab ini memasuki areal hutan dan jalan yang naik turun apa lagi waktu itu baru saja turun hujan lebat. Riam ini adalah salah satu aset yang bisa dikembangkan menjadi pembangkit listrik juga sebagai object wisata.

IMG_5165 IMG_5168 IMG_5173

Tabe

Bekasi 11/April/2014